Kamis, 01 September 2011

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1432 H


seluruh warga masyarakat mbondot mengucapkan minal aidzin walfaidzin mohon maaf lahir bathin atas segala kesalahan yang pernah terbuat baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja...
semoga segala dosa yang pernah terbuat terhapus di hari yang fitri ini..
dan mari kita berusaha untuk tidak mengulang segala kesalahan yang pernah kita lakukan
semoga puasa kita di terima allah SWT amiiiiin.... amiin .... ya robbal alamin..

Senin, 13 Juni 2011

Ku Pinang Engkau Dengan Terpaksa

Oleh : Yoli Hemdi
Tiada bahan obrolan yang paling menarik para bujang selain perempuan. Tetapi kebanyakan bicara, justru memuntahkan isi perut dan memamerkan belang masing-masing. Lepas malam obrolan makin kaya olok-oloknya, saling jodoh-menjodohkan dengan nada mengejek.
“Indra kamu cocok deh sama Ria. Dia bendahara dan kamu ketua pas banget!” celoteh seorang teman.
“Apa? Iiih…. Amit-amit. Dari pada sama dia lebih baik tidak menikah,” Indra tergidik jijik.
“Ria itu durmita.”
“Apaan tuh?”
“Drum  minyak tanah!” ejek Indra. “ Ria cewek gendut, hitam dan judes. Hiii…. Ngeri!!”
Ha.. ha.. ha..
Indra memang benci seratus persen dengan bendaharanya. Kalaupun mereka pernah berkomunikasi, itu karena terpaksa. Dan hanya bicara sedikit mungkin. Sebab lama bicara dengan Ria akan keluar kritik bahkan judesnya. Apalagi luka hati belum sembuh, Indra pernah di kritik Ria di depan umum. Menyakitkan!
“Gadis macam apa, judes begitu,” Kecam Indra. Selanjutnya keluarlah banjir kritik sadis untuk Ria. Tentu saja hanya di depan teman-teman nongkrongnya. Mana berani dihadapan si singa betina.
Waktu terus bergulir, malam semakin tua. Obrolan olok-olok tetap berlanjut. Giliran Toni yang tinggi dijodohkan dengan Marni yang pendek. Hendra yang krempeng dengan Mia yang gembrot. Maka meledaklah amarah Toni juga Hendra. Sementara yang  lain tertawa berderai-derai.
“Mila memang yeng terbaik,” ujar Indra pada malam lain.
“Shalihah, cantik, pintar dan lembut. Aku akan segera tamat kuliah, cari kerja dan terus langsung melamarnya…. Amin…”
Tidak ada yang ikut mengamini. Teman-teman yang lain justru mengkal setengah mati. Karena mereka juga punya rasa terpendam pada bunga yang sama. Ada-ada saja cinta!
Bukan Indra namanya jika tidak Lucky player. Dia segera menamatkan kuliah dengan prediket cum lau de. Karena merasa diri berkualitas, dia ikut seleksi bekerja disebuah perusahaan besar, investornya dari luar negeri.
Usai mengikuti tes, Indra mengikrarkan nazar.
“Jika aku lulus, pasti langsung menikah.” Sebenarnya sumpah itu diucapkan dengan  hati ragu. Tipis sekali peluang. Soalnya harus bersaing dengan master jebolan luar negeri.
“Tapi biarlah yang penting bisa bikin sensasi,” hiburnya. Dalam sekejap sumpah Palapa Indra menjadi Headline, terutama dikalangan mehasiswi.
“Siapakah yang beruntung kelak dipersunting pemuda mirip Andy Lau itu?”
Dag… dig… dug… banyak hati berdebar-debar.
Agar situasi makin mencekam, Indra menemui Ustadz Frhan. Dia umbar nazar, kalau lulus siap nikah segera. Ustadz diminta menjadi mediator mencarikan calon idaman.
“Mengapa harus ke ustadz?”
Sebab Ustadz terpercaya mencarikan terbaik agamanya,” Indra menegaskan
“Siapapun asal ustadz yang memilihkan pastilah itu terbaik bagi saya!” ujarnya heroik.
Ustadz Farhan mengangguk-anggukkan kepala kagum.
Senyum Indra mekar menghembang. Dia memang jago diplomasi. Siapapun tahu kalau Mila sangat dekat dengan Istri Ustadz Farhan. Pucuk dicinta ulampun tiba, cihuii..!
“Benar-benar taktik yang jitu” pujinya pada diri sendiri.
Hari yang dinanti sudah tiba. Kejadian benar-benar nyata dan Indra lulus di PT. Texudo. Dia menyingkirkan pesaing lain yang mengusung Ijazah luar negeri. Kesuksesan ini menaikkan pamor dan ratingnya sebagai pemuda favorit yang paling pantas diperebutkan gadis-gadis.
Rasa percaya dirinya membumbung tinggi. Tanpa disadari, Indra berjalan mulai membusungkan dada. Untunglah dadanya tergolong bidang, sehingga lumayan bagus dipandang. Indra Lesmana menjadi buah bibir. Bahan diskusi paling laris mulai dari café-café, masjid kampus, sampai kos-kosan. Indra merasa melayang diudara. Terbang.
Segera ditemuinya Ustadz Farhan. Kuliah beres, kerja lulus, maka nikah sudah saatnya! Yess…!
“Pokoknya apa yang terbaikpilihan Ustadz, itulah yang terbaik bagi saya!” Indra kembali menekankan.
“Jangan begitu! Sebutlah  beberapa criteria?!”
Nah, inilah yang dinanti0nanti, dengan cepat meluncur kriteria yang sudah menjurus pada seseorang.
“Gadis itu haruslah Shalihah, pintar, cekatan, aktivis kampus, asalnya dari kota A, kuliah di fakultas B, dan jurusa C, serta dekat dengan istri ustadz.”
“Baiklah, tunggu kabarnya seminggu lagi.”
“Jangan lama-lama ustadz. Sampaikan padanya tak usah pakai ta’aruf atau perkenalan, langsung nikah segera! Saya sudah yakin dengan pilihan Ustadz.”
Betapa indahnya sore itu. Keremangan senja membias di lubuk hati. Indra pulang sambil bersiul-siul kecil. Di benaknya terbayang Mila yang sedang tersipu-sipu.
“Amboi… amboi…, betapa beruntungnya dinda mendapatkan suami berkualitas seperti kanda,” lirih Indra romantis.
Pertemuan keramat itu dirancang sangat matang. Indra mandi, bersih-bersih, lebih lama dari biasanya. Paka shower dan shampo. Baju baru disemprot pewangi dari jazirah arab. Dia benar-benar siap bertemu calon istri.
Sekuat apapun mental laiki-laki, tetap saja berdebar-debar. Lama menunggu, akhirnya istri ustadz farhan membimbing seseorang. Gadis itu melangkah malu-malu dibelakang Mbak Tari.
“Rasanya saya kenal jilbab biru itu?” batin Indra.
Dan … jreng …! Nampak jelas siapa yang tersipu-sipu. Ternyata… ternyata… ternyata… dia adalah…
“Inilah calon istrimu,” ujar Ustadz berwibawa.
“huuuuaaaaaaa… Ria Durmita!?”
Indra tak kuasa berkata kerongkongannya terasa kelat. Kali pertama seumur hidup matanya berkungan-kunang. Kok bisa? Ya Allah…!

@@@


Air ludah tak mungkin dijilat kembali. Lidah berkata, pundak memikul, segaala sesuatu pasti ada hikmahnya. Dengan Ksatria Indra resmi melamar Ria. Sejak itu indra tak pernah lagi bersua teman-teman nongkrongnya. Alasannya sibuk menyiapkan pernikahan. Padahal……!?
Sejak itu pula kelima rekan ngobrol lepas malam mengadakan acara taubat nasuha. Mereka minta ampu karena pernah mencemooh muslimah. Meski itu hanya gurauan semata, tapi gurauan kini makan tuan. Cukuplah malapetaka itu menimpa Indra saja. Mereka benar-benar bertaubat, bahkan pakai menangis segala.
Mereka berkunjung ke rumah ustadz Farhan, sengaja mengorek-ngorek info. Ternyata semula istri ustadz menawarkan pada Mila. Sayang gadis ayu itu menolak karena belum siap nikah mendadak. Ada kewajiban lain yang belum diselesaikannya. Lalu beralihlah pada Ria yang juga sangat dekat dengan istri Ustadz. Muslimah yang aktivis kampus, pintar, dan cekatan. Asalnya juga dari kota A, kuliah di fakultas B, dan jurusan C.
“Cocok dengan kriteria Indra, dan Ria sangat setuju!” Ujar Ustadz Farhan bersemangat. Info terakhir ini sengaja tak disampaikan pada indra. Mereka simpan rapat-rapat sebagai top secret. Cukuplah bahan evaluasi bagi para penggila ngobrol lepas malam.
Sebulan kemudian pernikahan digelar meriah. Kelima sahabat satu per satu memeluk pengantin pria. Mereka membisikkan nasehat dan indra membalas dengan senyum tegar.
“Tabahkan hatimu!”
“Selalu ingat Allah!”
“Mintalah Pertolongan tuhan!”
“Kuatkan dirimu!”
“Perbanyaklah sabar!”

@@@





Berbulan-bulan kemudian panggilan kerja tak kunjung datang dan tak akan pernah datang lagi. PT. Texudo mendadak bangkrut, bahkan bosnya gantung diri di ruang kerja. Indra terkapar. Dia merasa buka lucky player lagi. Inilah fase terpahit dalam sejarah hidupnya. Pekerjaan susah dicari, ijazah tak berdaya apa-apa.
Pada saat demikian kritis nampaklah kecekatan Ria. Dia melobi pamannya yang juragan minyak. Keluarga pemula itu berbisnis minyak eceran. Halaman depan kotrakan disulap tempat parkir drum-drum.
Ria ternyata punya bakat bisnis, eceran minyaknya laris manis. Ekonomi keluarga mulai sejahtera. Indra ikut senang, walau sering perih tiap kali melihat istrinya berdekatan dengan drum.
“Duh… Durmita…!”
Istrinya tetap saja gemuk hitam. Tapi sudah Nampak manis di pandang mata. Apalagi Ria mulai berdandan dan tak pernah lagi ikut panas-panas demonstrasi. Satu hal terpenting tutur katanya juga mulai diperhalus. Tidak ada lagi kata-kata tegas seperti di organisasi kampus dulu. Indra juga makin senang, ternyata istrinya hebat sekali. Hampir tiap tahun melahirkan anak. Pernikahan mengajarkan banyak makna tentang kehidupan.

@@@